ZAMAN NEOLITIKUM
Zaman neolitikum (zaman
batu baru) kehidupan masyarakatnya semakin maju. Manusia tidak hanya sudah
hidup secara menetap tetapi juga telah bercocok tanam. Masa ini penting dalam
sejarah perkembangan masyarakat dan peradaban karena pada masa ini beberapa
penemuan baru berupa penguasaan sumber-sumber alam bertambah cepat. Berbagai
macam tumbuh-tumbuhan dan hewan mulai dipelihara dan dijinakkan. Hutan belukar
mulai dikembangkan, untuk membuat ladang-ladang. Dalam kehidupan bercocok tanam
ini, manusia sudah menguasai lingkungan alam beserta isinya.
Masyarakat pada masa bercocok tanam ini hidup
menetap dalam suatu perkampungan yang dibangun secara tidak beraturan. Pada
awalnya rumah mereka masih kecil-kecil berbentuk kebulat-bulatan dengan atap
yang dibuat dari daun-daunan. Rumah ini diduga merupakan corak rumah paling tua
di Indonesia yang sampai sekarang masih dapat ditemukan di Timor, Kalimantan
Barat, Nikobar, dan Andaman. Kemudian barulah dibangun bentuk-bentuk yang lebih
besar dengan menggunakan tiang. Rumah ini berbentuk persegi panjang dan dapat
menampung beberapa keluarga inti. Rumah-rumah tersebut mungkin dibangun
berdekatan dengan ladang-ladang mereka atau agak jauh dari ladang. Rumah yang
dibangun bertiang itu dalam rangka menghindari bahaya dari banjir dan binatang
buas.
Oleh karena mereka sudah hidup menetap dalam
suatu perkampungan maka tentunya dalam kegiatan membangun rumah mereka
melaksanakan secara bergotong-royong. Gotong-royong tidak hanya dilakukan dalam
membangun rumah, tetapi juga dalam menebang hutan, membakar semak belukar,
menabur benih, memetik hasil tanaman, membuat gerabah, berburu, dan menangkap
ikan.
Masyarakat bercocok tanam ini memiliki ciri
yang khas. Salah satunya ialah sikap terhadap alam kehidupan sudah mati. Kepercayaan
bahwa roh seseorang tidak lenyap pada saat orang meninggal sangat mempengaruhi
kehidupan mereka. Upacara yang paling menyolok adalah upacara pada waktu
penguburan terutama bagi mereka yang dianggap terkemuka oleh masyarakat.
Biasanya yang meninggal dibekali bermacam-macam barang keperluan sehari-hari
seperti perhiasan, periuk, dan lain-lain agar perjalanan si mati ke alam arwah
terjalin keselamatannya.
Jasad seseorang yang telah mati dan mempunyai
pengaruh kuat biasanya diabadikan dengan mendirikan bangunan batu besar. Jadi,
bangunan itu menjadi medium penghormatan, tempat singgah, dan lambang si mati.
Bangunan-bangunan yang dibuat dengan menggunakan batu-batu besar itu pada
akhirnya melahirkan kebudayaan yang dinamakan megalitikum (batu besar).
Kemajuan masyarakat dalam masa neolitikum ini
tidak saja dapat dilihat dari corak kehidupan mereka, tetapi juga bisa dilihat
dari hasil-hasil peninggalan budaya mereka. Yang jelas mereka semakin meningkat
kemampuannya dalam membuat alat-alat kebutuhan hidup mereka. Alat-alat yang
berhasil mereka kembangkan antara lain: beliung persegi, kapak lonjong,
alat-alat obsidian, mata panah, gerabah, perhiasan, dan bangunan megaltikum.
Beliung persegi ditemukan hampir seluruh
kepulauan Indonesia, terutama bagian barat seperti desa Sikendeng, Minanga
Sipakka dan Kalumpang (Sulwasei), Kendenglembu (Banyuwangi), Leles Garut (Jawa
Barat), dan sepanjang aliran sungai Bekasi, Citarum, Ciherang, dan Ciparege
(Rengasdengklok). Beliung ini digunakan untuk alat upacara.
Kapak lonjong ditemukan terbatas hanya di
wilayah Indonesia bagian timur seperti Sulawesi, Sangihe-Talaud, Flores,
Meluku, Leti, Tanibar dan Papua. Kapak ini umumnya lonjong dengan pangkal agak
runcing dan melebar pada bagian tajaman. Bagian tajaman diasah dari dua arah
sehingga menghasilkan bentuk tajaman yang simetris.
Alat-alat obsidian merupakan alat-alat yang
dibuat dari batu kecubung. Alat-alat obsidian ini berkembang secara terbatas di
beberapa tempat saja, seperti: dekat Danau Kerinci (Jambi), Danau Bandung dan
Danau Cangkuang Garut, Leuwiliang Bogor, Danau Tondano (Minahasa), dan sedikit
di Flores Barat.
KEBUDAYAAN
Pada zaman neolitikum yang juga dapat dikatakan sebagai zaman batu
muda. Pada zaman ini telah terjadi “revolusi kebudayaan”, yaitu terjadinya perubahan
pola hidup manusia. Pola hidup food gathering digantikan dengan pola food
producing. Hal ini seiring dengan terjadinya perubahan jenis pendukung
kebudayaanya.
Pada zaman ini telah hidup jenis Homo sapiens
sebagai pendukung kebudayaan zaman batubaru.
Mereka mulai mengenal bercocok tanam dan beternak sebagai proses untuk
menghasilkan atau memproduksi bahan makanan. Hidup bermasyarakat dengan
bergotong royong mulai dikembangkan.
Hasil kebudayaan yang terkenal di zaman
neolitikum ini secara garis besar dibagi menjadi dua tahap perkembangan.
a. Kebudayaan kapak persegi
a. Kebudayaan kapak persegi
Nama kapak persegi berasal dari penyebutan oleh von Heine Gelderen. Penamaan ini dikaitkan dengan bentuk alat tersebut. Kapak persegi ini berbentuk persegi panjang dan ada juga yang berbentuk trapesium. Ukuran alat ini juga bermacam-macam.
Kapak persegi yang besar sering disebut dengan
beliung atau pacul (cangkul), bahkan sudah ada yang diberi tangkai sehingga
persis seperti cangkul zaman sekarang. Sementara yang berukuran kecil dinamakan
tarah atau tatah. Penyebaran alat-alat ini terutama di Kepulauan Indonesia
bagian barat, seperti Sumatra, Jawa dan Bali.
Diperkirakan sentra-sentra teknologi kapak
persegi ini ada di Lahat (Palembang), Bogor, Sukabumi, Tasikmalaya (Jawa
Barat), kemudian Pacitan-Madiun, dan di Lereng Gunung Ijen (Jawa Timur). Yang
menarik, di Desa Pasirkuda dekat Bogor juga ditemukan batu asahan. Kapak
persegi ini
cocok sebagai alat pertanian.
b. Kebudayaan kapak lonjong
cocok sebagai alat pertanian.
b. Kebudayaan kapak lonjong
Kapak yang ukuran besar sering disebut
walzenbeil dan yang kecil dinamakan kleinbeil. Penyebaran jenis kapak lonjong
ini terutama di Kepulauan Indonesia bagian timur, misalnya di daerah Papua,
Seram, dan Minahasa.
Pada zaman neolitikum, di samping berkembangnya jenis kapak batu juga ditemukan barang-barang perhiasan, seperti gelang dari batu, juga alat-alat gerabah atau tembikar.
c. Perkembangan zaman logam
Pada zaman neolitikum, di samping berkembangnya jenis kapak batu juga ditemukan barang-barang perhiasan, seperti gelang dari batu, juga alat-alat gerabah atau tembikar.
c. Perkembangan zaman logam
Mengakhiri zaman batu di masa neolitikum mulailah zaman logam. Sebagai bentuk masa perundagian. Zaman logam di Kepulauan Indonesia ini agak berbeda bila dibandingkan dengan yang ada di Eropa. Di Eropa zaman logam ini mengalami tiga fase, zaman tembaga, perunggu dan besi. Di Kepulauan Indonesia hanya mengalami zaman perunggu dan besi.
Zaman perunggu merupakan fase yang sangat
penting dalam sejarah. Beberapa contoh benda-benda kebudayaan perunggu itu
antara lain: kapak corong, nekara, moko, berbagai barang perhiasan. Beberapa
benda hasil kebudayaan zaman logam ini juga terkait dengan praktik keagamaan
misalnya nekara.
ConversionConversion EmoticonEmoticon