BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Persatuan Sepakbola Seluruh Indonesia
merupakan sebuah organsasi yang menempatkan banyak komunitas di dalamnya.
Seluruh pemain Indonesia dan berbagai klub di tanah air bernaung dibawah
organisasi ini. Pada saat sekarang ini, sepakbola bukan hanya sebagai olahraga
saja melainkan suatu bisnis yang melakukan perputaran ekonomi yang sangat
besar. Nilai gaji pemain sampai nilai transfer sudah mencapai angka yang cukup
tinggi.
Posisi sepakbola di Indonesia sekarang
sudah mulai bergeser dari sepakbola sebagai olahraga saja menjadi olahraga yang
menjadi lahan bisnis seperti yang terjadi di negara-negara Eropa sebelumnya.
Posisi tersebut menempatkan sepakbola menjadi sebuah industri baru. Positioning
sepakbola di Indonesia mengalami banyak perubahan, apalagi di saat kompetisi
Galatama dan Perserikatan diganti dan dilebur menjadi satu dalam Liga
Indonesia.
Namun PSSI yang menjadi induk organisasi
sepakbola belum menunjukkan perubahan image mereka di masyarakat melalui logo
organisasinya. Logo PSSI saat ini terlihat tidak mengikuti perkembangan jaman
dan perubahan yang terjadi dalam tubuh organisasi mereka sendiri sehingga masih
terlihat sebagai PSSI yang lama. Tidak ada perubahan visual logo yang terjadi di
PSSI walaupun tubuh PSSI tersebut telah berubah dari bentuknya maupun fungsinya
saat ini.
Sebuah
logo secara tidak langsung merupakan sebuah cara untuk menyampaikan nilai-nilai
ideal, yang meliputi beberapa aspek,
diantaranya merupakan aspek visi dan misi sebuah organisasi atau
perusahaan, ruang lingkup kerja serta budaya organisasi atau perusahaan, dan
berperan juga sebagai wajah suatu organisasi atau perusahaan. Sebagai bahasa
penanda, logo biasanya ditampilkan berupa sesuatu yang mencerminkan citra tertentu
yang sengaja dibangun oleh suatu lembaga atau perusahaan. Apabila suatu
perusahaan ingin membangun citra yang baru, maka perlu upaya memposisikan ulang
citra yang telah terbentuk di masyarakat. Reposisi citra dapat dilakukan dengan
merubah tampilan logo organisasi atau perusahaan.
B.Landasan Teori
1.
Organisasi Menurut Stoner
Organisasi
adalah suatu pola hubungan-hubungan yang melalui mana orang-orang di bawah
pengarahan manajer mengejar tujuan bersama.
2.Organisasi
Menurut James D. Mooney
Organisasi
adalah bentuk setiap perserikatan manusia untuk mencapai tujuan bersama.
3.Organisasi
Menurut Chester I. Bernard
Organisasi
merupakan suatu sistem aktivitas kerja sama yang dilakukan oleh dua orang atau
lebih.
4.Organisasi
Secara Umum
Organisasi
adalah wadah berkumpulnya sekelompok orang yang memiliki tujuan bersama,
kemudian mengorganisasikan diri dengan bekerja bersama-sama dan merealisasikan
tujuanya
BAB
II
PEMBAHASAN
A.Sejarah PSSI
PSSI dibentuk pada tanggal 19 April 1930
di Yogyakarta dengan nama Persatuan Sepak Raga Seluruh Indonesia. Sebagai
organisasi olahraga yang lahir pada masa penjajahan Belanda, kelahiran PSSI ada
kaitannya dengan upaya politik untuk menentang penjajahan. Apabila mau meneliti
dan menganalisa lebih lanjut saat-saat sebelum, selama, dan sesudah
kelahirannya hingga 5 tahun pasca proklamasi kemerdekaan tanggal 17 Agustus
1945, terlihat jelas bahwa PSSI lahir dibidani oleh muatan politis, baik secara
langsung maupun tidak, untuk menentang penjajahan dengan strategi menyemai benih-benih
nasionalisme di dada pemuda-pemuda Indonesia yang ikut bergabung.
PSSI didirikan oleh seorang insinyur
sipil bernama Soeratin Sosrosoegondo. Ia menyelesaikan pendidikannya di Sekolah
Teknik Tinggi di Heckelenburg, Jerman, pada tahun 1927 dan kembali ke tanah air
pada tahun 1928. Ketika kembali, Soeratin bekerja pada sebuah perusahaan
bangunan Belanda, Sizten en Lausada, yang berkantor pusat di Yogyakarta. Di
sana beliau merupakan satu-satunya orang Indonesia yang duduk sejajar dengan
komisaris perusahaan konstruksi besar itu. Akan tetapi, didorong oleh semangat
nasionalisme yang tinggi, beliau kemudian memutuskan untuk mundur dari
perusahaan tersebut.
Setelah berhenti dari Sizten en Lausada,
Soeratin lebih banyak aktif di bidang pergerakan. Sebagai seorang pemuda yang
gemar bermain sepak bola, beliau menyadari kepentingan pelaksanaan butir-butir
keputusan yang telah disepakati bersama dalam pertemuan para pemuda Indonesia
pada tanggal 28 Oktober 1928 (Sumpah Pemuda). Soeratin melihat sepak bola sebagai
wadah terbaik untuk menyemai nasionalisme di kalangan pemuda sebagai sarana
untuk menentang Belanda.
Untuk mewujudkan cita-citanya itu,
Soeratin rajin mengadakan pertemuan dengan tokoh-tokoh sepak bola di Solo,
Yogyakarta, dan Bandung. Pertemuan dilakukan dengan kontak pribadi secara
diam-diam untuk menghindari sergapan Polisi Belanda (PID). Kemudian, ketika
mengadakan pertemuan di hotel kecil Binnenhof di Jalan Kramat 17, Jakarta,
Soeri, ketua VIJ (Voetbalbond Indonesische Jakarta), dan juga pengurus lainnya,
dimatangkanlah gagasan perlunya dibentuk sebuah organisasi sepak bola nasional.
Selanjutnya, pematangan gagasan tersebut dilakukan kembali di Bandung,
Yogyakarta, dan Solo yang dilakukan dengan beberapa tokoh pergerakan nasional,
seperti Daslam Hadiwasito, Amir Notopratomo, A. Hamid, dan Soekarno (bukan Bung
Karno). Sementara itu, untuk kota-kota lainnya, pematangan dilakukan dengan
cara kontak pribadi atau melalui kurir, seperti dengan Soediro yang menjadi
Ketua Asosiasi Muda Magelang.
Kemudian pada tanggal 19 April 1930,
berkumpullah wakil dari VIJ (Sjamsoedin, mahasiswa RHS), BIVB - Bandoengsche
Indonesische Voetbal Bond (Gatot), PSM - Persatuan sepak bola Mataram
Yogyakarta (Daslam Hadiwasito, A. Hamid, dan M. Amir Notopratomo), VVB -
Vortenlandsche Voetbal Bond Solo (Soekarno), MVB - Madioensche Voetbal Bond
(Kartodarmoedjo), IVBM - Indonesische Voetbal Bond Magelang (E.A. Mangindaan),
dan SIVB - Soerabajasche Indonesische Voetbal Bond (Pamoedji). Dari pertemuan
tersebut, diambillah keputusan untuk mendirikan PSSI, singkatan dari Persatoean
Sepak Raga Seloeroeh Indonesia. Nama PSSI lalu diubah dalam kongres PSSI di
Solo pada tahun 1930 menjadi Persatuan sepak bola Seluruh Indonesia sekaligus
menetapkan Ir. Soeratin sebagai ketua umumnya.
B.
Profil PSSI
Informasi
Asosiasi
Didirikan
Tahun 1930
Bergabung
dengan FIFA sejak 1952
Info
pssi@pssi-football.compssi@pssi-football.com
Alamat
Asosiasi Sepakbola Indonesia (PSSI)
Gelora
Bung Karno Pintu X-XI, Senayan P.O. Box 2305 JAKARTA 10023
Informasi
Stadion Utama
Nama Stadion Utama Gelora Bung Karno
Dibuat 1962
Kapasitas 88.000
PSSI
termasuk organisasi tertutup karena karena semua kebijakan yang dikeluarkan
oleh PSSI bersifat tertutup dan publik tidak memiliki hak untuk melakukan pengawasan
dan berpartisipasi terhadap semua kebijakan di tubuh PSSI
Kepengurusan
Ketua
umum
Saat
ini, masa jabatan Ketua Umum PSSI adalah 4 tahun, dan untuk periode sekarang
dijabat oleh Djohar Arifin Husein
Wakil
ketua umum
Saat
ini, wakil ketua umum PSSI dijabat oleh Farid Rahman.
Komite
eksekutif
Saat
ini, komite eksekutif diisi oleh sembilan orang anggota, yaitu:
• Bob Hippy
• Erwin Dwi Budiawan - (Dipecat dari EXCO)
• La Nyala M. Mattalitti - (Dipecat dari
EXCO)
• Mawardy Nurdin
• Robertho Rouw - (Dipecat dari EXCO)
• Sihar Sitorus
• Tony Apriliani - (Dipecat dari EXCO)
• Tuty Dau
• Widodo Santoso
Keterangan:
keempat pejabat tersebut mengundurkan diri dari jabatannya dan membentuk KPSI
pada tanggal 5 Desember 2011.
Sekretariat
jenderal
Saat
ini, posisi sekretaris jenderal diisi oleh Saleh Ismail Mukadar dan Tri
Goestoro.
Wakil
Sekretariat jenderal
Saat
ini, posisi wakil sekretaris jenderal diisi oleh Hadiyandra dan Tondo Widodo.
Bendahara
Sekretariat jenderal
Saat
ini, posisi Bendahara Sekretariat jenderal dijabat oleh Zulkifli Nurdin
Tanjung.
Wakil
Bendahara Sekretariat jenderal
Saat
ini, posisi Wakil Bendahara Sekretariat jenderal dijabat oleh Husni Hasibuan.
C. Visi dan Misi PSSI
Visi PSSI 2020 ialah membangun sepakbola
indonesia modern yang ditopang oleh organisasi yang dikelola secara profesional
dan berorientasi pada kualitas dan prestasi tinggi menuju industri sepakbola
dan pentas dunia.
Visi
tersebut melahirkan lima misi besar Persatuan Sepakbola Seluruh Indonesia (PSSI)
sebagai organisasi yang bertanggung jawab mengurus persepakbolaan nasional
dengan mengacu standar Federasi Asosiasi Sepakbola Internasional (FIFA),
Konfederasi Sepakbola Asia (AFC), dan Asosiasi Sepakbola Negara-negara Asia
Tenggara (AFF).
Pertama,
sepakbola mengangkat harkat, martabat, dan kebanggaan bangsa dan negara. Tim
nasional yang andal dengan performa tingkat tinggi serta klub dan kompetisi
profesional yang berkualitas tinggi juga mampu menghadirkan kebanggaan
sekaligus mengangkat harkat dan martabat bangsa.
Kebanggaan seperti itu antara lain jelas
terpancar ketika pasukan Garuda tampil gemilang di Final Piala AFF 2010 meski
hanya menempati posisi runner-up setelah di final dikalahkan Malaysia dengan
agregat 4-2.
Kedua, Sepakbola berkualitas tinggi akan
melahirkan prestasi membanggakan bagi daerah atau kota sekaligus mempererat
persatuan anak bangsa dan mengatasi segala perbedaan suku, agama, ras dan
antargolongan.
Ketiga, sepakbola berpotensi besar
menjadi industri raksasa dan ikut menggerakan perekonomian daerah dan nasional,
termasuk menyediakan lapangan kerja dan mendatangkan devisa. Hal tersebut bisa
terwujud dengan topangan klub-klub dan kompetisi yang dikelola secara
profesional sebagai tulang punggungnya bisnis sepakbola modern.
Keempat,
sepakbola berkualitas tinggi dan dikelola sebagai entitas bisnis memberikan
keuntungan bagi semua pihak pihak yang terlibat. Sepakbola modern menjanjikan
ajang profesi untuk mencari nafkah.
Kelima, Sepakbola modern berkualitas
tinggi membentuk karakter dan budaya bangsa melalui internalisasi nilai-nilai
yang terkandung di dalam sepakbola. Misalnya, pengembangan kekuatan fisik,
ketrampilan teknis, kecerdasan strategi, kerja sama tim, solidaritas, egaliter,
kerja keras, disiplin, sportif, percaya diri, dan menjunjung tinggi hukum dan
etika.
Negara-negara Eropa, Afrika, dan Amerika
Latin telah membuktikan dan merasakan manisnya sepakbola sebagai industry. Di
Inggris, misalnya, sepakbola bahkan menujukkan ketahanannya dari terpaan krisis
ekonomi 2008 yang sempat mengguncang Amerika Serikat, Eropa, dan merembet ke
kawasan lainnya, termasuk Asia.
Sport
Business Group at Deloitte, Inggris, dalam Annual Review of Football Finance
terbarunya memaparkan total pendapatan 92 klub utama sepakbola Inggris
meniikmati peningkatan pendapatan hampir 100 juta poundsterling (sekitar Rp1,43
triliun) menjadi lebih dari 2,5 miliar poundsterling (sekitar Rp35,75 triliun)
pada musim 2008/2009.
Bahkan,
total pendapatan 20 klub Liga Primer Inggris mencapai rekor 1,9881 miliar
poundsterling (sekitar Rp28,328 triliun) pada musim kompetisi 2008/2009. Analis
Sport Business Group at Deloitte memperkirakan total pendapatan klub-klub Liga
Primer itu bakal melampaui 2 miliar pounds pada musim 2009/2010.(inilah.com)
D.
Lembaga – Lembaga yang Menaungi PSSI
FIFA
Fedration Internationale de Football
Association (FIFA) atau Federasi Internasional Sepak Bola adalah badan pengatur
internasional sepak bola. FIFA bermarkas di Zürich, Swiss. FIFA didirikan di
Paris pada 21 Mei 1904 dan merayakan hari jadinya yang ke-100 pada 2004.
AFC
Konfederasi Sepak Bola Asia atau Asian Football Confederation (AFC)
adalah badan pengatur sepak bola di Asia, tidak termasuk Siprus dan Israel,
tetapi mencakup Australia.
Kualitas
Persepakbolaan di Indonesia dengan adanya PSSI
Tidak adanya prestasi yang terukir dengan
pasti dan membanggakan, misal:
1.
Tahun 2011 PSSI tidak menyandang gelar juara pertama pada ajang piala AFF
Suzuki Cup, melainkan juara kedua.
2.Pada
ajang Sea Games tahun 2003, tim merah putih kalah dari Vietnam 0-1, dengan
Thailand 0-6, dan hanya menang tipis 1-0 saat menghadapi Laos. Hasilnya tim
merah putih bertengger di posisi ketiga klasemen dan gagal lolos dalam babak selanjutnya.
3.Hanya
menempati runner up pada Piala Tiger dan peringkat empat Sea Games 2005.
4.Gagal
menembus babak final piala AFF sejak tahun 1996, tiga kali timnas gagal ke
semifinal sea games (2003,2007-2009) dan timnas senior gagal melangkah ke
putaran final piala Asia sejak tahun 1996.
5.Tahun
2010, timnas U16 ,mengalami kegagalan di
kandang sendiri dalam piala AFF. Tim U-16 kalah 0-2 dari Timor Leste.
6.
Terjadi banyak korupsi di tubuh lembaga.
E.Masa kelam PSSI
dibawah Djohar Arifin
1.
Hasil Kongres PSSI Terkait Jumlah Peserta Liga Primer
Diingkarinya keputusan PSSI hasil
kongres di Bali tanggal 22 januari 2011 pada era Nurdin Halid terkait jumlah
peserta Liga Super merupakan salah satu pemicu kekisruhan PSSI jilid II. Pada
saat kongres di Bali peserta kongres PSSI menetapkan bahwa peserta Liga Super
hanya 18 klub, tetapi pada era Djohar Arifin peserta Liga Primer (Super)
membengkak menjadi 24 peserta, dengan sistem kompetisi penuh. Sontak klub-klub
yang bermodal kecil dan mandiri tanpa bantuan APBD meradang karena dengan
peserta yang membengkak menggunakan kompetisi penuh justru akan melambungkan
biaya yang akan dikeluarkan klub untuk tiap musimnya padahal pendapatan mereka
sangat terbatas. Sebelumnya era Nurdin Halid pun sama ketika jumlah klub belum
membengkak PSSI saat itu juga kurang mencari solusi bagi klub yang kesulitan
mencari dana.
2. Melakukan Perekrutan
Peserta Klub Liga Primer yang Tidak Efektif
Direkrutnya beberapa klub diluar
mekanisme kompetisi yang seharusnya, merupakan bukti perekrutan yang dilakukan PSSI tidak efektif untuk
meredam kisruh jilid II . Misalnya ketika Persema,Persibo,dan PSM Makassar
telah dihukum degradasi ke divisi I karena mengikuti LPI ketika LSI di era
Nurdin Halid telah digelar, namun saat ini klub tersebut kembali pada kasta
tertinggi Liga Primer tanpa harus mengikuti kompetisi di divisi I/Utama
terlebih dahulu.
3. Menciptakan
Kompetisi yang Tidak Efektif dan Efisienya
Sebagai lanjutan dari poin pertama yang
dipicu penggingkaran Statuta PSSI terkait jumlah klub peserta Liga Primer ,
setidaknya jikalau PSSI era Djohar Arifin menjalankan kompetisi dengan 24 klub,
bisa dibayankan berapa lama kompetisi digelar?, berapa banyak modal yang harus
digelontorkan?,berapa banyak sponsor /investor yang sanggup mendanai klub?,
berapa klub yang harus dikorbankan?. Sepertinya setumpuk persoalan tersebut
membuat kompetisi no.1 di Indonesia tidak akan efektif dan efisien.
Sesungguhnya
persoalan nyata yang harus dihadapi PSSI yaitu bagaimana menciptakan kompetisi
no. 1 di Indonesia ini menjadi kompetisi yang berkualitas bukan semata
kuantitasnya. Dengan menciptakan kompetisi yang efektif dan efisien tentunya
akan mengahasilkan kompetisi yang berkualitas dan hanya dari kompetisi yang
berkualitas pula akan lahir pemain-pemain nasional yang berkualitas pula.
Muaranya dari terciptanya kompetisi yang efekti dan efisien tentunya
meningkatkan prestasi tim nasional yang saat ini berada dalam level yang
mengkhawatirkan.
4. Amburadulnya
Kompetisi
Terjadinya dualisme kompetisi dan
dualisme klub merupakan bukti amburadulnya kompetisi yang dibuat PSSI era
Djohar Arifin. Dalam susunan klub peserta Liga Primer dan Liga Super terlihat
ada beberapa klub yang sama walau mereka berada pada satu kasta tertinggi di
Liga Indonesia. Misalnya Persija Jakarta, Arema Indonesia, PSMS . Terjadinya dua
kubu seakan seperti cara kolonial di negara kita pada masa perjuangan dahulu
dengan melakukan politik adu domba untuk menguasai suatu tujuan, namun yang
terjadi saat ini PSSI mengadudombakan klub, pengurus klub, maupun supporter.
Selain
nampak adanya dualisme, amburadul pun terlihat dari tidak adanya promosi dan
degradasi atau reward and punishment yang dilakukan terhadap klub yang
melanggar aturan atau sebaliknya yang membuat prestasi. Misalnya seperti sudah
dijelaskan pada poin dua ketika Persema,Persibo dan PSM Makassar telah
didegradasi kedivisi I tetapi menjadi peserta Liga Primer kembali tanpa melalui
kompetisi divisi I sebagai sanksi yang harus dijalani. Contoh lainya ketika
Bontang F.C telah terdegradasi ke divisi utama di Liga Super tetapi menjadi
peserta Liga Primer.
5.Mendzalimi Persipura
Sebagai bentuk tidak adanya reward and
punishment yang diterapkan PSSI era Djohar Arifin, hal ini telah membawa korban
dan yang menjadi korbannya ialah Persipura. Seperti kita ketahui bahwa
Persipura adalah juara Liga Super musim 2010-2011 dengan demikian ia berhak
lolos untuk mengikuti kualifikasi Liga Champions Asia , namun sepertinya PSSI
punya rencana lain dengan tidak mendaftarkan Persipura sebagai wakil Indonesia
untuk kualifikasi Liga Champions Asia dengan alih-alih Persipura menjadi
peserta LSI yang diilegalkan PSSI. Hal ini pun menyulut amarah Official dan
fans Persipura, merasa dirugikan akhirnya Persipura melayangkan gugatan pada
PSSI melalui Badan Arbitrase Olahraga atau Court of Arbitration for Sports
(CAS) dan hasilnya Persipura menang ,konsekuensinya PSSI harus membayar nilai
gugatan kepada Persipura sebesar US$ 1.982.000 atau sekitar Rp 10 -11 miliar
disamping Persipura berhak menjadi tim kuaifikasi LCA 2011-2012. Walau akhirnya
gugatan itu tidak diteruskan oleh Persipura.
6.Diskriminasi
Perekrutan Pemain Timnas Di segala Kelompok Umur
Diskriminasi terhadap perekrutan pemain
timnas merupakan kekecewaan terbesar pecinta timnas pada PSSI era Djohar
Arifin. Hal ini diwujudkan dengan tidak dipanggilnya pemain-pemain yang
berkualitas tetapi mereka bermain di Liga Super. Kembali atas alih-alih Liga
Super Indonesia merupakan liga yang diilegalkan PSSI maka menurutnya pemain
yang berlaga di Liga Super haram untuk memperkuat timnas. Kekecewaan dirasakan para
punggawa timnas yang telah berpengalaman berlaga di pertandingan internasional
seperti Pra Qualifikasi Piala Dunia 2014 maupun perhelatan regional lainya.
Lebih
mencengangkan lagi bahwa diskriminasi ini telah diberlakukan juga di kelompok
umur usia dini timnas, padahal mereka adalah generasi penerus kebangkitan
timnas dan regenersi pemain. Padahal
siapapun, di liga manapun ia bermain selama memang pantas menjadi pemain timnas
ia berhak mendapatkan hak yang sama untuk membela Negara. Apakah kesalahan mereka
sampai-sampai PSSI era Djohar Arifin sudah melarang hak warga negara untuk
membela negara dan mengembangkan talentanya?.
7.Kekalahan Timnas
Paling Memalukan
Setelah kekalahan memalukan Timnas di Era Nurdin Halid saat
melawan Suriah pada 2010, kini pada Rabu 29 Februari 2012 boleh jadi menjadi hari yang kelam setelah tahun
1974 bagi persepakbolan nasional, pada hari itu timnas era Djohar Arifin
membuat rekor buruk yang fantastis dan tidak patut. Bayangkan di pertandingan
itu telah terjadi sepuluh gol ke gawang timnas, empat kali penalti dan dua
kartu merah. Kekecewaan pun tidak saja datang dari para pecinta sepakbola
nasional, tetapi juga Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pun turut angkat bicara
atas prestasi timnas akhir-akhir ini, bahkan Presiden SBY mengkritik PSSI yang
sering ribut-ribut yang tak pernah selesai tapi prestasi yang dikorbankan.
Senada dengan Presiden SBY, Menteri Olah Raga dan Pemuda Andy A.Mallaranggeng
pun ikut mengkritik PSSI yang telah diskriminasi terhadap perekrutan pemain
timnas sehingga menyebabkan kekalahan memalukan 10 - 0.
Pantas
saja timnas mengalami kekalahan yang paling memalukan dalam sejarah
persepakbolaan Republik Indonesia karena materi pemain yang diturunkan
merupakan pemain U-23 yang baru saja dibentuk
beberapa minggu itu pun hanya pemain yang bermain di Liga Primer, dengan
level pengalaman pertandingan internasional kurang. Tentu saja dengan materi
pemain seperti itu akan mudah ditebak hasilnya, pasti kekalahan memalukan yang
akan dituai. Bandingkan bila skuad timnas yang biasa mengisi best eleven tidak
akan kebobolan sampai 10 gol.
Di
level regional sama buruknya, baik di era Nurdin Halid maupun PSSI saat ini,
liat saja turnamen yang diadakan oleh Sultan Brunei itu. Pada Turnamen tersebut
memang timnas U-21 berhasil menjadi runner up turnamen tersebut, tapi sangat disesalkan
timnas kalah oleh tim yang sebelumnya menjadi lumbung gol seperti Myanmar dan
Brunei di turnamen AFF CUP (Piala Tiger).
8. Kebohongan Terkait Perekrutan Pemain Timnas
Terkait
diskriminasi pemain PSSI diera Djohar Arifin, rupanya PSSI telah melakukan
kebohongan terhadap publik. Alasan adanya larangan dari FIFA terhadap pemain yang bermain diluar Liga
Primer dilarang untuk memperkuat timnas negaranya merupakan suatu kebohongan
PSSI untuk melakukan pembenaran atas diskriminasi perekrutan pemain timnas,
setelah ditelusuri nyatanya larangan itu tidak ada. Kebohongan lainya, PSSI
telah melakukan pembohongan dengan mengirim surat pada FIFA yang berisi bahwa
12 klub IPL merupakan anggota 18 klub ISL, padahal jelas – jelas ISL merupakan
kompetisi yang diharamkan menurut PSSI di era Djohar Arifin.
Bukti
bahwa pemain nasional negara lain yang bermain di Liga Super masih bisa bermain
untuk timnas mereka misalnya Safee Sali striker asal Malaysia yang sekarang
bermain untuk Pelita Jaya, kemudian Keith Kayamba Gumbs striker Sriwijaya
F.C, begitu pula Zahrahan, playmaker
Persipura yang keduanya masih bermain di timnas masing-masing tanpa adanya
larangan. Larangan ini selain bentuk diskriminasi, juga bentuk arogansi kepengurusan
PSSI era Djohar Arifin yang mengorbankan prestasi.
9. Pengkhiatan Terhadap Klub/Pengprov
Pendukung
Pembekuan
terhadap 14 klub peserta ISL merupakan bentuk pengkhianatan terhadap klub yang
selama ini telah mendukung Djohar Arifin untuk menjadi orang nomor satu di
PSSI. Keempat belas klub tersebut dianggap telah melanggar Pasal 15 ayat a
serta pasal 85 Statuta PSSI.
Salah
satu klub super liga yang menerima sanksi paling berat dari Komisi Disiplin
PSSI yaitu Persib Bandung. Klub asal Bandung peraih gelar liga Indonesia
pertama kali ini dijatuhi sanksi berupa denda Rp 1 miliar lantaran dinilai
membelot dari Liga Prima. Selain itu, Persib dijatuhi hukuman berupa
diskualifikasi dari Indonesia Premier League musim 2011/ 2012, degradasi ke
divisi utama untuk musim 2012/ 2013. Juga sanksi mengembalikan kompensasi dana
yang sudah diterima dari PT Liga Prima Sportindo Indonesia dan larangan
melakukan transfer di musim 2011/ 2012.
Selain
pembekuan terhadap klub ternyata PSSI pusat juga melakukan pembekuan terhadap
Pengprov PSSI di berbagai Provinsi yang mendukung Kongres Luar Biasa PSSI. Tak tanggung – tanggung PSSI telah membekukan
27 Pengprov PSSI dari 33 Pengprov PSSI diseluruh Indonesia. Ironis karena
diantara 27 Pengprov PSSI tentunya merupakan pendukung Djohar Arifin semasa
pemilihan Ketua Umum PSSI Periode 2011 – 2015 di Solo.
10.
Gagal Melakukan Rekonsiliasi
Di era kepemimpinan Djohar Arifin
kepengurusan PSSI dirombak total sampai tak terlihat lagi orang-orang yang
selama ini menjadi pengurus pada era PSSI Nurdin Halid. Padahal kepemimpinan Nurdin Halid jika
dibandingkan dengan kepemimpinan PSSI saat ini sedikit lebih baik memang, walau
PSSI di era Nurdin Halid juga sama tidak menghasilkan prestasi besar apapun.
Tak sampai disitu, ketika ada exco PSSI yang bersebrangan pendapat pun PSSI tak
segan-segan memecatnya walau bukan pendukung Nurdin Halid sekalipun pada PSSI
eranya.
Perseteruan dua kubu kian merungcing
disaat kongres tahunan PSSI yang akan diselenggarakan di Palangkaraya
Kalimantan Tengah pada 18 Maret 2012, di tanggal yang sama tak ketinggalan
Komite Penyelamat Sepakbola Indonesia (KPSI) menggelar KLB di Jakarta. Aroma
perseturan pun sampai pada klaim-mengklaim jumlah peserta kongres yang sah.
KPSI misalnya mengklaim telah mendapat 2/3 jumlah anggota PSSI untuk mengadakan
KLB dan memutuskan ketua umum PSSI baru, sementara PSSI telah memastikan
kongres tahunan akan dihadiri 97 anggota PSSI.
Puncak
dari kegagalan rekonsiliasi dalam menyelesaikan konflik interen dan perbedan
pandangan terkait kompetisi itu nampak pada terjadinya dualisme liga, dualisme
klub dualisme organisasi dan pembekuan terhadap 27 Pengprov PSSI yang mendukung
Kongres Luar Biasa. Tak sampai disitu kedua kubu baik PSSI maupun Komite
Penyelamat Sepakbola Indonesia selaku pihak yang bersebrangan dengan Ketua Umum
PSSI Djohar Arifin tidak kunjung menunjukan itikad baik untuk menyelesaikan
konflik dan perbedan pandangan diantara mereka. Malah keduanya saling
membenarkan kelompok masing-masing tanpa melihat lebih jauh dampak buruk
kedepannya. Disini baik PSSI maupun KPSI sudah dirasuki kepentingan non
sportivitas, hanya kepentingan politis yang dikedepankan. Bukan isapan jempol
jika suatu saat kegagalan PSSI dalam mengatasi konflik dan perbedaan pandangan
ini akan membawa kehancuran pada persepakbolaan nasional yang telah lama
mengidamkan harumnya prestasi berkelas dunia.
BAB
III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Dari uraian di atas dapat dilihat bahwa
sampai sekarang pun PSSI masih dilanda dengan banyak masalah terutama masalah
intern. Kemudian masalah dualisme kompetisi juga masih menjadi hantu bagi dunia
sepakbola Indonesia karena seperti kita tahu setiap Negara hanya boleh memiliki
satu liga atau kompetisi saja ( peraturan FIFA ). Selain itu dapat dirasa PSSI
menjadi ajang untuk memperebutkan kekuasaan saja, tidak ada rasa bangga untuk
memajukan kualitas persepakbolaan di negeri sendiri
B.Saran
Sebaiknya PSSI harus mematuhi peraturan
yang telah di musyawarahkan dan telah di mufakatkan pada saat kongres atau
mengikuti peraturan FIFA yang ada.dan seharusnya PSSI mendengar aspirasi dari
anggotanya.karena,didalam setiap organisasi belum tentu seorang peminpin atau
ketua organisasi benar,dan belum tentu jua anggota di bawahnya salah.dan jika
masih terjadi masalah seperti ini hendaknya diadakan musyawarah atau kongres
kembali.
ConversionConversion EmoticonEmoticon