(28 JANUARI 1858 – 16 DESEMBER 1940)
Adalah ahli anatomi berkebangsaan Belanda.
Lahir di Eijsden, ia menjadi terkenal
saat menemukan sisa-sisa spesimen hominidyang berada di luar Eropa. Penemuan
tersebut adalah di Pulau Jawa tahun 1891, yang kemudian
dinamaiPithecanthropus
erectus.
Selama ini kebanyakan dari kita mengenal Belanda sebagai negeri yang menguasai
teknologi keairan, konstruksi,ataupun arsitektur. Di banyak tempat kita bisa
melihat berbagai peninggalan mulai dari stasiun, bendungan, gereja yang hingga
sekarang masih berdiri kokoh. Ternyata selain itu ada banyak hal yang dikuasai
mereka. Salah satunya keilmuan dalam bidang arkeologi dan paleontologi. Banyak
diantara candi-candi terungkap keberadaanya berkat mereka. Tentunya kita juga
tak asing dengan nama Trinil, Sangiran, Wajak. Terkait dengan kontribusi
ilmuwan Belanda dalam bidang Paleontologi saya ingin bercerita tentang satu
lokasi di Tulungagung bagian Selatan. Di sana Februari lalu sekelompok peneliti
yang tergabung dalam Kelompok Kajian Sejarah dan Sosial Budaya (KS2B)
Tulungagung menemukan jejak manusia purba. Melalui sebuah penelusuran di Dusun
Mbolu, Desa Ngepo, Kecamatan Tanggunggunung, Kabupaten Tulungagung mereka
menemukan sampah dapur atau Kjokken Moddinger. Setidaknya ada 41 fosil
yang diduga tulang, 24 fosil terumbu karang dan 92 fosil gastropoda terdiri
dari siput, cangkang kerang, keong dan tiram. Usia benda-benda prasejarah
tersebut menurut penuturan ketua KS2B Triyono dikutip dari situs okezone.com (
26 Februari 2010), antara 20.000 hingga 40.000 tahun.
Upaya penelusuran jejak manusia purba di
Selatan Tulungagung tersebut mengingatkan lagi pada peristiwa lebih dari seabad
lalu. Eugene Dubois, seorang ahli Paleontology asal Belanda lebih dari seabad
lalu melakukan kegiatan serupa. Dubois bahkan pernah menghabiskan 5 tahun
tinggal di kota yang dulu masih merupakan wilayah karesidenan Kediri dalam
upayanya mencari mata rantai yang hilang (Missing link ) antara
manusia kera dengan manusia modern saat ini berdasar teori Darwin yang
diyakininya.
Perburuan Mencari
“Missing Link”
Eugene Dubois memang terlahir di saat
yang tepat terkait dengan pilihan hidup yang dijalaninya. Terlahir di tahun
1858, delapan belas bulan setelah penemuan fosil di lembah Neandertal dan
setahun sebelum terbitnya the origin of Species karya Charles
Darwin. Dubois pun tumbuh menjadi pengikut teori Darwin dan memiliki obsesi
menemukan missink link dari teori evolusi Darwin. Mencari
spesies penghubung evolusi dari kera hingga menjadi manusia. Perburuan Dubois
dimulai tahun 1887. Dubois berhenti dari Universitas tempat dia bekerja
bergabung di kesatuan militer sebagai dokter. Banyak yang menganggap gila
keputusannya. Ternyata ini bukanlah tanpa alasan dengan bergabung menjadi
anggota militer ia masuk ke wilayah Hindia Belanda dengan biaya minim. Hindia
Belanda oleh ilmuwan waktu itu dianggap sebagai lokasi tepat berburu fosil
manusia. Dubois dengan istri dan anak-anaknya menuju Hindia Belanda. Sumatera
menjadi tempat perburuan pertama Dubois. Namun ternyata ia tidak menemukan apa
yang ia cari. Dua tahun kemudian ia mengalihkan penelusurannya ke Jawa. Berawal
dari pesan sahabatnya seorang Insinyur tambang bernama Von Rietschoten. Rietschoten
setahun sebelumnya, 24 Oktober 1888 menemukan bagian dari tengkorak manusia
yang membatu. Karena menganggapnya unik ia mengirim fosil tersebut kepada CP
Sluiter yang merupakan kurator dari Koninklijke Natuurkundige Vereeniging
(Perkumpulan Ahli Ilmu Alam). Dalam buku The Man Who Found the Missing
Link karya Pat Sifman, seorang paleontologist asal Amerika
Serikat, menulis kisah perjalanan Dubois. (Sifman pernah berkunjung ke
daerah-daerah dimana Dubois tinggal di kabupaten Tulungagung. Dari buku
tersebut diceritakan setelah mendapatkan fosil tersebut dari Sluiter, Dubois
memutuskan tinggal di Tulungagung untuk melakukan penelusuran lebih lanjut.
Dubois menyewa sebuah rumah di Penampihan lereng Gunung Wilis. Lokasi yang
sekarang ini masuk wilayah Kecamatan Sendang.
Dubois melakukan penyisiran dan
pencarian di lokasi fosil ditemukan. Ia mendapatkan berbagai temuan berupa sisa
fosil berbagai jenis reptil dan mamalia. Ia juga menemukan fosil tengkorak
manusia namun kondisinya tidak seutuh temuan Rietschoten. Fosil yang dia sebut
sebagai Homo Wajakensis. Dubois belum puas dengan temuan itu. Ia melanjutkan
ekspedisinya. Dia berpindah ke berbagai tempat di Jawa Timur dan Jawa Tengah.
Akhirnya dia memusatkan risetnya di lembah Bengawan Solo dekat Trinil. Di
lokasi ini ia mendapat begitu banyak temuan fosil. Dubois menemukan fosil Pithecanthropus
Erectus terdiri dari tempurung tengkorak, tulang paha atas dan tiga
giginya saja. Tahun 1895 Dubois balik ke Eropa. Perjalanan jauhnya dari Belanda
ke Jawa membuahkan hasil meskipun ia berkorban cukup banyak untuk itu. Dia
kehilangan seorang anaknya dan beberapa kali maut hampir merenggut nyawanya
mulai dari terserang malaria, diserang harimau hingga terkena reruntuhan
dinding goa. Sesampainya di Eropa ia mencoba mempublikasikan temuannya dari
satu Universitas ke Universitas lain. Ada yang menerima namun banyak yang
menyangsikan. Alasan yang mereka berikan diantaranya tulang dan tengkorak yang
ditemukan Dubois bisa saja bukan dari bagian yang sama jadi kurang belum bisa
memberikan gambaran yang kuat. Dubois tak kehilangan akal. Dalam usahanya
memberi gambaran bentuk manusia jawa temuannya ia menemukan teori baru.
Dia menyimpulkan ada hubungan antara
ukuran otak dan tubuh dari beberapa binatang bisa diprediksikan. Penemuan yang
sempat menarik perhatian kalangan ilmuwan hingga beberapa dekade setelah kematiannya.
Dubois menjadi sosok penting dalam ilmu Biologi dan Paleontologi.
Misteri Homo
Wajakensis
Lalu bagaimana dengan temuan tengkorak
manusia Wadjak yang justru ditemukan sebelum Pithecantropus Erectus?
Ceritanya seolah lenyap hingga Tahun 1914 Dubois meniliti kembali. Apalagi
setelahPithecanthropus Erectus temuannya diterima sebagai sebuah
transisi, meskipun banyak juga yang menentang.
Bertahun-tahun kemudian cerita tentang
penelusuran manusia purba di Tulungagung bagian selatan tak pernah terdengar.
Cerita yang ada hanya sebatas pelajaran sejarah yang didengar siswa sekolah.
Begitupula lokasi-lokasi pasti Dubois pernah melakukan penelusuran. Tidak ada
penanda yang jelas berbeda dengan bekas temuannya di daerah Trinil tempat
ditemukannya Pithecantropus Erectus. Disana ada sebuah prasasti
tertulis “P.e.—175 M.ONO—1891/93″. Kurang lebih itu adalah informasi mengenai
tahun penelitian dan titik penemuan dari prasasti. Ian.T.Taylor, seorang
peneliti dan penulis yang tinggal di Toronto, dalam bukunya In the
Minds of Men : Darwin and the New World Order, mengatakan sebenarnya Dubois
tak pernah memberi laporan yang jelas mengenai penemuannya di Wajak. Bahkan
sebagian besar tetap tersembunyi di rumahnya. Satu alasan manusia Wajak
ditemukan pada lapisan yang sama dengan Pitecantropus namun sudah berbentuk
menyerupai manusia. Jika ini tersebar ada satu ketakutan hal itu bisa merusak
klaim dubois bahwa Pitecantropus sebagai missink link dari
teori Darwin. Dengan kata lain, karena jelas bahwa manusia sejati adalah yang
hidup pada saat yang sama menurut catatan geologi, maka manusia Jawa tidak bisa
telah bentuk awal transisi antara kera dan manusia. Mungkin itulah Dubois
bahkan tak rela jejaknya terendus. Lokasi yang sebenarnya keberadaan secara
pasti samar-samar.
Setelah lama tak terdengar kini wilayah
tersebut mencuat kembali dengan penemuan berbagai macam jenis fosil. Perlu
waktu satu abad untuk menunggu penemuan berikutnya. Jika benar dari zaman
20.000-40.000 menguatkan dugaan adanya sekelompok manusia purba yang berusia
lebih tua dari Homo Wajakensis yang hidup 15.000 tahun sebelum Masehi. Apapun
hasil penelusuran lebih lanjut menarik untuk diikuti. Jika saja dulu Von
Rietschoten tak berinisiatif menyerahkan fosil temuannya dan Dubois tak
meneliti belum tentu daerah ini tercatat dalam sejarah ilmu Paleontologi.
Dubois apapun kontroversi yang pernah ada tetap menarik untuk dikaji segala
temuannya. Tentunya di negeri asalnya sudah muncul Eugene Dobois baru yang siap
menguak misteri lain yang belum terungkap terkait sejarah peradaban manusia.
ConversionConversion EmoticonEmoticon